Monday, February 11, 2013

Mediocre

Agak bingung dengan orang- orang yang takut banget dibilang mediocre. Suka nulis di bio twitter atau facebook, "not a mediocre". Saya membacanya sambil membayangkan mereka berseru lantang, gagah, nyaring, penuh keyakinan dalam diri mereka "Gua bukan medioker!". Gua agak bingung sih sebenernya, apa sih salahnya jadi medioker?
Entah sejak kapan banyak orang yang berpikir "Being a mediocre is a sin,". Kalo lo cuma lahir dan terus mati tanpa menghasilkan apa- apa, lo mending gak usah dilahirin aja bro. Mungkin gitu yang ada di pikiran mereka. Padahal mungkin dari seratus persen penduduk di bumi ini, yang bukan mediocre gak nyampe satu persen. Misalnya  Stephen Hawking, atau Heath Ledger atau Mozart dan Beethoven.
Apa persamaan para kaum alpha tersebut? Mereka mencintai profesi mereka. Mereka mencintai apa yang mereka lakukan. Dan gua yakin, mereka gak peduli dengan status atau ketenaran atau apapun itu yang justru dicari oleh para penyeru "Saya bukan medioker!"
Heath Ledger yang menjadi legenda karena perannya sebagai Joker di film Batman mengatakan dia bukan mencari uang, dia bilang uang gak akan dibawa saat dia mati. Tapi kalau dia bisa berakting dengan bagus, kesan itu akan terus tinggal di hati orang yang menontonnya walaupun dia mati nanti. Dan, terbukti. Dia bukan aktor kacangan. Peran dia sebagai joker meninggalkan kesan mendalam, walau harga yang harus dia bayar mahal. Yaitu kematian dia sendiri. 
Atau seperti Beethoven, yang tetap berusaha menggubah musik walaupun dia menjadi tuli. Dia menempelkan telinganya diatas piano, berusaha mendengarkan nada. Atau Mozart yang memang dibesarkan di lingkungan penuh musik. Ayahnya pemusik, kakaknya juga. Sehingga rasa cintanya pada musik terbangun sejak kecil.
Sebenarnya apapun profesi lo, asal lo melakukan dengan penuh cinta dan dedikasi, lo bukan medioker. Even misalnya tukang sampah yang setiap hari kerjanya hanya meriksa tong sampah rumah- rumah di komplek perumahan, menyusuri parit juga mungkin. Gaji? Gua yakin gaji mereka jauh lebih kecil dari biaya hura- hura kita. Tunjangan? Boro- boro. Sakit gak bisa ke dokter, rumah cuma di emperan. Apa kita berani bilang mereka kaum medioker hanya gara- gara kecilnya benefit yang mereka dapet? Dan mereka tidak pernah masuk koran atau bahkan sekedar stasiun radio lokal.
Atau misalnya nih yah, kemarin ada yang ngasih liat tulisan tentang "being a mom". Dia bilang being a mom itu kerja yang luar biasa mulia, gak dapet cuti, gak digaji, kerjanya 24/7, dan sebagainya. Yah kalau dia aja musti bikin tulisan kaya gitu, ya berarti dia gak tulus dong? Ya gak sih? Profesi sebagai ibu itu mulia koq, tanpa harus digembar- gemborkan seperti itu. 
Gua banyak melihat ibu rumah tangga yang benar- benar memperhatikan anak mereka. Mulai dari pagi siapin sarapan atau mungkin juga bekal, bersihin rumah, masak, ngawasin anaknya bikin PR atau belajar, nganter jemput anaknya sekolah, dan sebagainya. Dan mereka gak pernah tuh sok ngomong ke orang kalau jadi ibu itu hebat. Gak usah diomongin, orang yang melihat betapa dia sayang sama keluarganya juga bisa tahu koq. 
Yah intinya, gak usah sok ngomong gak mau jadi mediokerlah, norax (pake x saking noraknya). Selama lo suka sama pekerjaan lo, dan lo mengerjakannya dengan sungguh- sungguh, itu udah luar biasa koq. Apapun pekerjaan lo. Even lo "cuma" guru, pembantu rumah tangga, insinyur gaji kecil cicilan banyak, sampai ke seorang dokter sekalipun, kalau niatnya tulus, kalian super sekali koq. (Berasa jadi Mario Teguh)
Haha, makanya saking empetnya sama orang yang suka bilang gak mau jadi medioker, gua sering ngetwit bahwa kita semua medioker. Supaya mereka sadar aja sih, mereka gak segitu berharganya sampai gak jadi medioker. Eh tapi paling gua cuma dikira sebagai kaum pesimis, medioker sejati. Terserah sih, gak peduli juga. I only care about the judgement from the ones I care about. Just like I'm a whore only for the one I adore.

No comments:

Post a Comment