Sunday, April 28, 2013

Billy Joel, The Longest Time

Oh, oh, oh
For the longest time
Oh, oh, oh
For the longest time
If you said goodbye to me tonight
There would still be music left to write
What else could I do
I'm so inspired by you
That hasn't happened for the longest time

Once I thought my innocence was gone
Now I know that happiness goes on
That's where you found me
When you put your arms around me
I haven't been there for the longest time

Oh, oh, oh
For the longest time
Oh, oh, oh
For the longest time
I'm that voice you're hearing in the hall
And the greatest miracle of all
Is how I need you
And how you needed me too
That hasn't happened for the longest time

Maybe this won't last very long
But you feel so right
And I could be wrong
Maybe I've been hoping too hard
But I've gone this far
And it's more than I hoped for

Who knows how much further we'll go on
Maybe I'll be sorry when you're gone
I'll take my chances
I forgot how nice romance is
I haven't been there for the longest time
I had second thoughts at the start
I said to myself
Hold on to your heart
Now I know the (wo)man that you are
You're wonderful so far
And it's more than I hoped for

I don't care what consequence it brings
I have been a fool for lesser things
I want you so bad
I think you ought to know that
I intend to hold you for
The longest time

Monday, April 22, 2013

Kartini Day

Kemarin rakyat Indonesia merayakan salah satu hari besarnya, hari Kartini. Yang konon katanya salah satu pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Agak lupa sih sejarahnya, rada males juga baca wiki, tapi yang pasti hampir semua rakyat Indonesia mengenal fotonya dengan kebaya putih, rambutnya yang dikonde dan senyum simpulnya.

Seinget gua, dia tidak seperti pahlawan wanita Indonesia lainnya yang menjadi pahlawan karena ikutan perang, tapi karena korespondensinya, karena tulisannya.

Gua agak muak dengan kata-kata emansipasi sebenernya. Banyak yang gak sadar dari cara mereka menuntut kesamarataan gender itu malah menunjukkan mereka sendiri telah mendiskreditkan gender mereka. Dulu ada temen gua yang bilang dia merasa dipergunakan oleh para wanita yang notabenenya tidak terlalu mengerti teknologi IT untuk memperbaiki laptop atau gadget mereka. Dan gua cuma tertawa saat itu. But it got me thinking.

Para wanita yang mengagungkan emansipasi sebenernya juga masih minta dinafkahi toh sama suaminya (kalau sudah bersuami), atau minta dibayarin pas kencan (buat yang masih pacaran). Kalau para pria tidak melakukan itu, dibilang gak bertanggungjawab, dibilang bukan cowok. Kalau disuruh ngangkat barang berat juga akhirnya minta tolong toh ke cowok? Kaya gitu koq bilang pengen emansipasi.

Menurut gua, Tuhan menciptakan cewek dan cowok itu emang beda. Cowok cenderung lebih kuat, cewek cenderung lebih lemah. Tapi ada satu yang cowok gak punya, tapi dimiliki hampir semua cewek, insting atau naluri keibuan. Naluri inilah yang membuat kita lebih concern tentang detail, lebih recet, lebih peduli, lebih bisa berempati dan bersimpati dibanding cowok. Insting melindungi yang dimiliki cewek dan cowok pun beda, walaupun mereka sama-sama memilikinya.

Kalo ada yang berpikiran cewek harus bisa masak bukannya itu wajar? Banyak juga cewek yang berpikiran setidaknya cowok harus bisa ganti ban mobil, ganti bohlam lampu, benerin genteng, dan bisa ngangkat aqua galon. Atau cowok harus suka sepak bola atau F1, kalo nggak mah bukan cowok banget. Lha, kita sendiri memiliki stereotype dan ekspektasi tersendiri terhadap kaum pria, kenapa mereka gak boleh punya itu juga? Gak adil dong. Katanya mau sama rata.

Gua juga memiliki suatu kepercayaan bahwa pria itu lebih baik sebagai leader daripada wanita. Kenapa? Oke, sepinter-pinternya cewek, selogis-logisnya cewek, pada akhirnya nanti pasti akan menunjukkan sisi feminin, which is not good as a leader. Mudah terbawa emosi, mudah tersentuh oleh hal kecil, cenderung lebih subjektif. Come on, akuin aja. Gua cewek koq, dan gua mengakui. I embrace my strength and weakness as a woman, and you should try too.

Lagipula, apa salahnya sih dengan tidak menjadi pemimpin? Gini aja deh, US has Obama as a president. Tapi tetep aja dia menunjuk beberapa wanita sebagai petinggi di pemerintahannya kan? Presiden itu tugasnya memimpin suatu negara, tapi tetap dia harus dibantu oleh para menteri dan pejabat lainnya. Misalnya menteri kesehatan. Si presiden belum tentu lebih menguasai bidang kedokteran dan kesehatan dibanding menterinya. 

Jadi gak usah merasa direndahkan kalau kita tidak bisa menjadi pemimpin. We are strong in our own way. We are best in our own way.

So, selamat hari Kartini.

Wednesday, April 17, 2013

Jakartaku Untukmu

Ingin kuajak kamu keliling Jakarta
berjalan kaki di bawah lampu sorot
atau hanya di bawah deretan pohon gersang

Warna langitnya pun jarang jingga sempurna
seringnya membiru agak kelabu
mungkin karena jutaan partikel debu

Siang hari langit Jakarta terik menggigit kulit
bahkan seakan tercium aroma mentari
jangan pernah kau coba tengok langitnya di siang hari

Tapi kuingin kamu tetap mengenal kota Jakarta
bukan hanya di sekitar jalan protokol Sudirman
mari menjauh sedikit dari jalan raya

Friday, April 12, 2013

Stereotype

A stereotype is a thought that may be adopted about specific types of individuals or certain ways of doing things,but that belief may or may not accurately reflect reality. (copied from Wikipedia)

Stereotype itu beneran ada. Dan itu menjadi sesuatu yang lumrah, wajar di kalangan dan negara manapun. Dan mungkin itu adalah hasil cuci otak yang telah dilakukan oleh lingkungan terdekat kita. Misalnya nih yah, bokap gua yang orang Jawa selalu melarang abang gua untuk pacaran apalagi nikah sama orang Sunda. Atau nyokap gua yang kadang suka tiba-tiba nyeletuk "Oh orang Palembang, pantes..."

Wajar? Iya. Dapat dibenarkan? Gak juga.

Tapi kadang stereotype itu ada benarnya. Misalnya nih yah, dibilang orang Jawa itu gak enakan, klemer-klemer, pasrah. Ya karena memang mereka dididik oleh keluarga mereka untuk menjadi seperti itu. Karena mereka berpikir nilai itulah yang benar. Pasrah terhadap hidup karena mereka berpikir toh nasib sudah diatur sama yang di atas. Klemer-klemer, ya karena mereka mikirnya alon-alon asal kelakon. Salah? Nggak juga. Pola pikir orang kan beda-beda.

Atau orang Manado yang sangat memperhatikan penampilan. Oke, gua punya beberapa temen Manado. Tiga sih yang lumayan deket. Dua orangnya memang sangat sangat memperhatikan penampilan, makanya mereka suka agak jengah dengan penampilan saya yang slebor. Dan menurut pengakuan salah satu dari dua orang itu, ibunya memang mengajarkan dia untuk memperhatikan penampilan. Kenapa? Karena orang menilai kita dari penampilan. Salah? Gak juga.

Udahlah, gak usah sok muna. Kalo lo lagi di bis, ada dua orang yang baru naik bis. Yang satu berpenampilan perlente ala pegawai kantoran, ganteng, dan yang satu lagi gembel dan bau, tatoan. Mana yang bikin lo lebih siaga? Orang yang kedua kan? Padahal kali aja yang copet itu adalah yang orang perlente tadi. Jadi nilai yang dianut oleh mereka ya gak salah juga.

Nah satu temen gua lagi yang Manado, pernah bilang jangan mau pacaran sama orang Manado, mereka biasanya sangat doyan hura-hura, dan agak kurang memperhatikan masa depan. Generalisasi? Iya banget. Tapi toh mereka mengakui. Nilai yang mereka anut salah? Gak juga, ada benarnya koq.

Sebenernya sih gak salah memiliki stereotype terhadap suatu kaum, entah suku, agama atau apapun. Asal gak berlebihan. Tapi ya dengan syarat, kalo lo distereotipin (bahasa Indonesianya being stereotyped ape ye?), ya jangan marah juga.

Memiliki stereotype sih oke-oke aja, tapi jangan sampe nge-judge. Misalnya cewek pake rok pendek dan baju ketat itu murahan. Eh buset, kenal juga kagak, nilainya gak asik bener. Padahal kali aja mereka memang nyaman dengan pakaian itu. Mungkin aja mereka emang kegerahan dengan udara Jakarta.

Lagipula kan ada bedanya orang yang pake baju gitu karena nyaman dan memakai baju begitu karena pengen narik perhatian cowok. Gak tahu bedanya? Makanya jangan nge-judge. Ada beberapa temen gua yang berpikir pake celana sepaha dan you-can-see ke mall itu sangat casual dan gak ribet. Tapi ada juga temen gua yang pake kaya gitu karena pengen ngeluarin sex appeal buat narik perhatian cowok. Gua punya dua jenis temen kaya gitu, makanya gua bisa bedain mana yang punya hidden agenda, mana yang nggak. Nah, kalau kalian gak tahu bedanya, shut the fuck up, man.

Kalau judgement lo segitu parahnya, itu bukan stereotype lagi, tapi lo udah prejudice, man.

I wear tight clothing, high heeled shoes
It doesn't mean that I'm a prostitute, no no
I like rap music, wear hip hop clothes
That doesn't mean that I'm out sellin' dope no no
Oh my forgive me for having straight hair, no
It doesn't mean there's another blood in my heir yeah yeah
I might date another race or color
It doesn't mean I don't like my strong black brothers.

Why oh why must it be this way

Before you can read me you gotta learn how to see me, I said
Free your mind and the rest will follow
Be color blind, don't be so shallow.
Free your mind and the rest will follow
Be color blind, don't be so shallow
(En Vogue, Free Your Mind)

Friday, April 5, 2013

Perjuangan Untukmu

Saya baru saja menemukan blog bagus. Blog yang entah sudah berumur berapa tahun, dan baru saya baca sekitar dua halaman, dan saya pun baru membaca sekilas, belum meresapi semua kata, kalimat bahkan tanda baca yang ada di sana. Tapi saya langsung jatuh hati terhadap tulisannya. Topiknya ringan (sejauh yang saya baca), terlihat bahwa ia memilih kata-kata, penempatan tanda baca dengan seksama. Bukan hanya asal tulis, hanya sekedar meluapkan apa yang ada di otaknya pun hatinya.

Kalau ada yang mau coba membaca, silakan baca ini.

Dan dari membaca salah satu tulisan dia, saya jadi memikirkan satu hal. Dalam suatu hubungan, kita biasa memulai dengan rasa suka. Bermula dari rasa kagum yang kemudian diperdalam dengan rasa sayang, dilanjutkan dengan penegasan melalui rasa ingin memiliki. Kemudian, ketika hubungan sudah terjalin. Setelah beberapa lama, setelah kurun waktu tertentu, rasa sayang itu terlupakan. Mungkin kita melanjutkan hubungan karena ada rasa ketergantungan", yang kemudian akhirnya hanya menjadi "kebiasan".

Terbiasa dengan SMS ucapan selamat paginya, atau terbangun dengan suara seseorang membangunkan kita melalui ponsel. Terbiasa dengan keberadaan dirinya yang selalu terjangkau oleh kita. Rasa sayang atau cinta bukan tidak mungkin akan memudar. Tapi apakah setelah itu kita akan menyerah? Menghentikan hubungan itu di tengah jalan? 

"Apakah jika saya tidak mencintai kamu lagi, kamu akan berhenti memperjuangkanku?"

Bukankah hubungan itu adalah hasil perjuangan? Perjuangan mendapatkan dan juga perjuangan mempertahankan.

Dan mempertahankan itu bukan hanya mempertahankan orang itu saja, tapi mempertahankan perasaan kita sendiri, agar tak terkikis seiring berjalannya waktu.