Kemarin rakyat Indonesia merayakan salah satu hari besarnya, hari Kartini. Yang konon katanya salah satu pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Agak lupa sih sejarahnya, rada males juga baca wiki, tapi yang pasti hampir semua rakyat Indonesia mengenal fotonya dengan kebaya putih, rambutnya yang dikonde dan senyum simpulnya.
Seinget gua, dia tidak seperti pahlawan wanita Indonesia lainnya yang menjadi pahlawan karena ikutan perang, tapi karena korespondensinya, karena tulisannya.
Gua agak muak dengan kata-kata emansipasi sebenernya. Banyak yang gak sadar dari cara mereka menuntut kesamarataan gender itu malah menunjukkan mereka sendiri telah mendiskreditkan gender mereka. Dulu ada temen gua yang bilang dia merasa dipergunakan oleh para wanita yang notabenenya tidak terlalu mengerti teknologi IT untuk memperbaiki laptop atau gadget mereka. Dan gua cuma tertawa saat itu. But it got me thinking.
Para wanita yang mengagungkan emansipasi sebenernya juga masih minta dinafkahi toh sama suaminya (kalau sudah bersuami), atau minta dibayarin pas kencan (buat yang masih pacaran). Kalau para pria tidak melakukan itu, dibilang gak bertanggungjawab, dibilang bukan cowok. Kalau disuruh ngangkat barang berat juga akhirnya minta tolong toh ke cowok? Kaya gitu koq bilang pengen emansipasi.
Menurut gua, Tuhan menciptakan cewek dan cowok itu emang beda. Cowok cenderung lebih kuat, cewek cenderung lebih lemah. Tapi ada satu yang cowok gak punya, tapi dimiliki hampir semua cewek, insting atau naluri keibuan. Naluri inilah yang membuat kita lebih concern tentang detail, lebih recet, lebih peduli, lebih bisa berempati dan bersimpati dibanding cowok. Insting melindungi yang dimiliki cewek dan cowok pun beda, walaupun mereka sama-sama memilikinya.
Kalo ada yang berpikiran cewek harus bisa masak bukannya itu wajar? Banyak juga cewek yang berpikiran setidaknya cowok harus bisa ganti ban mobil, ganti bohlam lampu, benerin genteng, dan bisa ngangkat aqua galon. Atau cowok harus suka sepak bola atau F1, kalo nggak mah bukan cowok banget. Lha, kita sendiri memiliki stereotype dan ekspektasi tersendiri terhadap kaum pria, kenapa mereka gak boleh punya itu juga? Gak adil dong. Katanya mau sama rata.
Gua juga memiliki suatu kepercayaan bahwa pria itu lebih baik sebagai leader daripada wanita. Kenapa? Oke, sepinter-pinternya cewek, selogis-logisnya cewek, pada akhirnya nanti pasti akan menunjukkan sisi feminin, which is not good as a leader. Mudah terbawa emosi, mudah tersentuh oleh hal kecil, cenderung lebih subjektif. Come on, akuin aja. Gua cewek koq, dan gua mengakui. I embrace my strength and weakness as a woman, and you should try too.
Lagipula, apa salahnya sih dengan tidak menjadi pemimpin? Gini aja deh, US has Obama as a president. Tapi tetep aja dia menunjuk beberapa wanita sebagai petinggi di pemerintahannya kan? Presiden itu tugasnya memimpin suatu negara, tapi tetap dia harus dibantu oleh para menteri dan pejabat lainnya. Misalnya menteri kesehatan. Si presiden belum tentu lebih menguasai bidang kedokteran dan kesehatan dibanding menterinya.
Jadi gak usah merasa direndahkan kalau kita tidak bisa menjadi pemimpin. We are strong in our own way. We are best in our own way.
So, selamat hari Kartini.
No comments:
Post a Comment