Monday, October 29, 2012

Ranah Minang

Sebagai blasteran Jawa - Padang, selama ini suka agak segan tiap ditanya asalnya darimana. Karena kalau saya bilang campuran jawa padang, pasti pada nanya terakhir ke Padang kapan, terakhir ke Jawa kapan. Jawa, lebih tepatnya Magelang sih dulu sering, hampir tiap lebaran mudik kesana. Yah setidaknya pernah ke alun- alun tempat para pemuda pemudi Magelang kongkow tiap malam, makan bakso enak di PLN, martabak manis di depan Hero. Tapi Padang? Belum pernah kesana masbroooh. Cuma si abang aja yang pernah tinggal disana sampai sekitar umur tiga atau empat tahun.
Dan mendadak, tanpa rencana matang, tanpa persiapan, saya langsung pengen ke Padang. Pesan tiket, dan bilang sama sang kekasih dan juga mama "Laras mau ke Padang!" dan mereka cuma mengernyitkan dahi pertanda heran (kalau bagian pacar sih cuma bayangan aja, lha wong saya kasih taunya lewat watsap).
Akhirnya browsing cari tiket yang lumayan murah, yaitu Lion Air. Pulang pergi satu koma dua jutaan. Gak usah bawa banyak barang, bawa tas gembok (buat yang gak tau tas gembok itu apa, bahasa kecenya ransel), dan satu tas kecil buat dompet, hape dll. Apalagi konon katanya si penerbangan ini suka seenaknya lempar2 barang bagasi.
Berangkat sekitar jam 6, sampai di bandara jam 3an, gara2 si om supir taxi bilang "Saya mah udah biasa bawa orang ke bandara pas mepet2, jadi 45 menit juga nyampe. Bisa noh lewat belakang". Gak ngerti maksud dia lewat belakang itu lewat mana, lagi gak buru2 juga. Dan begitu sampai bandara, nyamperin Mama dulu yang juga lagi mau pergi ke Bangka. Gaulnya koq maksimalan doski yeh? Heran.
Dan begitu sampai kota Padang, disambut sama Bapak yang bawain martabak Kubang. Asli, martabak Kubang di Padang enaknya setengah mati. Beda sama martabak Kubang di Jakarta. Dagingnya banyak, sayurnya dikit, ditambah dengan kuah apapun itu dan irisan cabe ijo dan bawang bombay. Foodgasm! Tissue mana tissue? (*lap iler)
Kemudian cari makan malam di RM Lamun Ombak dekat bandara. Kalau gak salah ada dua atau tiga Lamun Ombak di Padang, tapi katanya yang paling kece sih yang dekat dengan Bandara ini. Enak Ras? Bukan enak lagi, enak parah! Keterlaluan enaknya. Cabe ijonya pedes, gak basa basi macem di Jakarta. Gak ada pedes2nya. Ini pedesnya mantep. Ayam popnya sih masih enakan buatan Mama, tapi tetep aja enak parah.
Dan dalam perjalanan menuju penginapan, Bapak mau cari buah dulu. Dan saya sebagai Duta Pisang, langsung minta pisang. Dan asli, pisang di Padang jauh lebih enak daripada pisang di Jakarta. Lebih besar dan lebih manis. Okay I know it sounds so wrong, tapi beneran pisangnya lebih besar dan lebih enak. Gokil, sekedar pisang aja enaknya pol gini. Beda emang pisang mateng puun dan pisang mateng karbitan.
Dan kemudian nginep di wisma di kota Padang. Lupa namanya apa, pokoknya itu adalah wisma punya temennya Bapak. Lumayan kece koq, ada AC yang lumayan dingin, WiFi, water heater, tipi (yang gak bakalan ditonton juga sih), dan roti buat sarapan. Disana cuma menginap semalam, dan kemudian pagi- pagi berangkat ke Bukittinggi dan Danau Maninjau. Woohoo...
Lewatin Pariaman (akhirnya melewati Pariaman, suku terhoror. Bukan horor sih, tapi udah jadi buah bibir, jangan mau kawin sama orang Padang Pariaman karena mereka rese. Dan kemudian makan di RM Aie Badarun. Ini lebih jawara daripada Lamun Ombak. Lambuk Ombak aja udah bisa bikin saya menggelinjang. Okay, now that sounds so wrong, again. Masih mengambil menu yang sama dengan saat di RM Lamun Ombak, tapi ini lebih mantep. Ya bumbunya, ya cabainya. Mamaaaa, aku mau tinggal di Padang aja boleh? Sempet kepikiran cari suami orang Padang biar bisa tinggal di sana.
Mendadak Kolestrol Meningkat
Dari sana kemudian berangkat menuju Bukittinggi, dan kemudian di tengah jalan Bapak minta berhenti. Katanya mau dengerin suara sungai dulu. Dan katanya buat orang kota besar musti dengerin suara beginian kadang- kadang demi ketentraman jiwa.
Suaranya emang kece, bikin pengen tidur.
Dan kemudian dari sana berhenti di air terjun, errr lupa apa nama air terjunnya. Air terjunnya kecil, rame pula. Tapi tetep aja enak buat diliat. Dan buat poto2 juga. (maap, saya gak cocok nulis blog tentang traveling)
ini jadi objek wisata koq, tapi maap sayah lupa namanya.
Dari sana ke Ngarai Sianok, melihat singkapan. Gak deng, macem Bapak gua heolohis. Ini murni nyasar, dan nanya jalan kemudian balik arah. Sebelumnya poto2 lagi.


Dari sana lanjut perjalanan menuju ke salah satu objek wisata di Bukittinggi, namanya "Objek Wisata Taman Panorama Lobang Jepang". Jadi disana ada tamannya, yang penuh sama monyet. Dan berhubung agak trauma sama monyet di Bali yang usil2, suka ngambil barang orang, saya langsung masukin dompet dan ipod ke dalam tas. Dan kemudian menggenggam iphone erat- erat. Selain itu ada Goa Jepangnya juga, sayang gak nyoba masuk, takut kelamaan disana karena buru- buru mau ke Danau Maninjau. Takut keburu malam.
Monyet dan kucing rebutan makanan.
muke lu songong bener dah.
Dari Bukittinggi menuju Danau Maninjau yang melewati Kelok 44, banyak monyet pula. Ternyata oh ternyata, kalau kita sekali ngasih makanan ke mereka, bakal dikejar. Gak masalah sih dikejarnya, tapi saya takutnya mereka ketabrak nantinya. Dan berakhir makanin kacang buat jatah monyet. Dan begitu sampai danau Maninjau, sayang banget udah sekitar jam 5 sore, jadi kabut mulai turun, dan gak bisa terlalu keliatan danaunya. Tapi kece koq. Kebayang kalau kesana di pagi atau siang hari, pemandangannya pasti kece berat. Dan karena berkabut, gak bisa ambil poto pula.
Niat awal mau menginap di sekitar danau Maninjau gak jadi. Karena gak ada penginapan yang cukup oke. Mungkin karena orang juga lebih milih nginep di Bukittinggi, terus paginya baru ke danau Maninjau kali yah, jadi agak riskan kalau mau buka hotel bintang disini. Jangankan hotel bintang, hotel melati aja gak ada koq. Adanya wisma, dan rumah penduduk.
Dari Maninjau akhirnya Bapak mencari sungai Tanang. Karena katanya sebelum mati mau tahu dulu sungai Tanang yang ada di lirik lagu Anak Salido itu dimana. Dan akhirnya ketemu. Dan itu bukan sungai, itu empang braaaay. Empang yang dibuat oleh penduduk sekitar untuk masjid. Jadi tiap tahun atau dua tahun sekali akan ada pemancingan di empang tersebut, dan hasilnya untuk sumbangan masjid. Ini orang Jakarta gak ada yang mau niru yah? Biar bangun mesjid gak usah minta- minta ala pengemis. Malu- maluin agama sendiri aja. (mendadak emosi). Dan disini ikannya banyak, bisa beli makanan ikan, terus kasih ke ikan- ikan tersebut.
konon katanya ada ikan koinya juga
Dari sungai Tanang akhirnya selesailah sudah perjalanan hari kedua, dan menuju ke hotel Grand Inna di kota Padang.  Hotel baru dan masih bertarif 550ribuan. Hotelnya lumayan koq, tapi belum ada kolam renang. Dammit, padahal niatnya mau renang dulu buat bakar kalori. Tapi konon katanya mau dibikin mini water park nantinya.
Hari ketiga, hari terakhir. Niatnya jalan- jalan ngiterin kota Padang sambil cari oleh- oleh. Oh iya, kalau cari oleh- oleh mending beli Rohana Kudus, di jalan Rohana Kudus, dekat Pizza Hut. Kenapa? Karena lebih pedes man kripiknya. Atau sementok- mentoknya Shirley deh. Tapi Rohana Kudus pedesnya lebih nendang sih.
Dan akhirnya di tengah hari bolong, sebelum makan siang, Bapak ngajakin ke Taplau, alias Tapi Lauik alias Tepi Laut. Kata teman saya, kalau belum ke Taplau jangan ngaku sebagai anak gaul Padang. Sebenernya sih pantainya gak terlalu bagus. Lumayan kotor. Tapi enak juga duduk gak jelas di pinggir pantai sambil dengerin suara debur ombak. Mendadak teringat kenangan pahit. Mendadak mau nangis. *mengalun lagu Angel oleh Sarah McLachan.

Sine Cera, without flaw. That's how you meant to me.

Mendadak pengen belajar naik sepeda. Tampak asyik gitu yah naik sepeda beralaskan pasir pantai.
 Kemudian makan lagi di RM Lamun Ombak, dan masih super enak. Merusak standar makanan Padang. I don't think I will eat Padangnese food again in a very long time. Btw kalau mau ke Padang, musti seminggu waktunya karena tiga hari itu berasa cuma nyampah doang disini. Banyak tempat yang belum saya datangi. Batu Malin Kundang pun belum saya lihat :-(
Padang, I will be gloriously happy if I could visit you again, someday.

No comments:

Post a Comment